-->

Kupas Tuntas Penyakit Difteri

Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Hampir 90% dari orang yang terinfeksi, tidak memiliki riwayat imunisasi difteri yang lengkap.

Penyebab penyakit difteri

Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, oleh karena itu penyakitnya diberi nama serupa dengan kuman penyebabnya. Sebelum era vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh kuman ini sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan dapat menimbulkan kematian. Tapi sejak vaksin difteri ditemukan dan imunisasi terhadap difteri digalakkan, jumlah kasus penyakit dan kematian akibat kuman difteri menurun dengan drastis.

6 Cara untuk mengatasi penyakit difteri

Tanda dan Gejala

Setelah kuman terinfeksi kedalam tubuh, 2 - 4 hari berikutnya, akan timbul gejala seperti:
  1. Sulit bernapas Napas sulit karena jalan pernapasan tertutup oleh selaput keabuan yang meliputi dinding belakang tenggorokan. Gejala ini yang sering menyebabkan terenggutnya nyawa penderita karena sudah terlalu sulit untuk bernapas.
  2. Peradangan pada selaput hidung dan tenggorokan Infeksi dan peradangan ini akan menimbulkan beberapa dampak lain seperti serak demam, hidung berair dan gejala lainnya. Gejala infeksi memang sulit dilihat dengan kasat mata, perlu pemeriksaan dokter untuk mengetahuinya.
  3. Hidung berair Hidung berair terjadi akibat infeksi pada saluran pernapasan di bagian hidung. Hidung berair disini bukan berati flu tetapi lebih nampak seperti air yang menjijikan.
  4. Nyeri telan Gejala nyeri telan terjadi karena difteri telah menyerang bagian faring. Bagian faring telah terluka sehingga sakit jika digunakan untuk menelan.
  5. Demam tinggi Salah satu gejala yang mudah dirasakan yaitu demam yang tinggi pada tubuh orang yang terjangkit penyakit difteri.

Pengobatan Penyakit Difteri

Ada 2 langkah pengobatan penyakit difteri.

Pengobatan Pertama: Antibiotik untuk Difteri CDC merekomendasikan pemberian antibiotik eritromisin sebagai terapi pertama bagi pasien yang berusia di atas 6 bulan. Untuk pasien yang lebih muda atau tidak bisa menggunakan eritromisin, maka CDC merekomendasikan pemberian penisilin intramuskular. Pasien biasanya menjadi noninfeksius atau tidak menular setelah 48 jam pemberian antibiotik dan sebaiknya diisolasi untuk mencegah penularan penyakit.

Pengobatan Kedua: Antitoksin Difteri Antitoksin difteri berguna untuk mengurangi perkembangan penyakit dengan mengikat toksin yang belum menempel pada sel – sel tubuh. Dokter akan menentukan apakah pasien hanya butuh pengobatan dengan antibiotik ataukah dengan kombinasi antibiotik dan antitoksin berdasarkan gejala pasien, status imunitas tubuh dan juga berdasarkan perkembangan penyakitnya.

Prognosis atau hasil pengobatan difteri berada dalam rentang baik hingga buruk, tergantung dari seberapa awal pengobatan infeksi ini, dan bagaimana pasien merespon pengobatan yang telah diberikan. Jika kondisi pasien berkembang menjadi sepsis atau bakterimia atau jika adanya gangguan jantung yang terjadi maka prognosis biasanya buruk. Angka kematian tinggi pada pasien yang berusia kurang dari 5 tahun dan di atas 40 tahun. Pada kelompok ini angka kematian berkisar antara 5% hingga 10%.

Cara Mengatasi Penyakit Difteri

Vaksin difteri yang sudah dibuat sejak tahun 1920-an membantu sistem kekebalan tubuh untuk mengenali toksin. Dewasa ini, orang mendapatkan vaksin difteri dalam vaksin DPT (Difteri, Pertusis, dan Tetanus).

Di Indonesia sendiri vaksin ini diberikan sebanyak lima kali, yaitu saat bayi berusia 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, dan usia 4 sampai 6 tahun. Bila vaksin yang diterima sudah lengkap, seseorang dapat terhindar dari penyakit difteri tersebut.


Add Your Comments

Disqus Comments