Idealnya Maulid Nabi Muhammad SAW diperingati dan dimaknai dengan spirit aktualisasi visi Islam //rahmatan li al-‘alamin// (agama cinta dan kasih sayang bagi semesta raya).
Spirit ini meniscayakan hidup damai, harmoni, dan penuh toleransi karena substansi ajaran yang dibawanya adalah ajaran salam (damai, harmoni), penuh toleransi, dan antikonfrontasi.
Karena itu, pesan damai dan harmoni dalam Maulid Nabi SAW sangat penting dikontekstualisasikan dengan nalar kebangsaan, kebinekaan, persatuan, dan keutuhan NKRI.
Ketika peringatan maulid dicetuskan dan digelorakan Shalahuddin al-Ayyubi, tujuan utamanya adalah harmonisasi dan integrasi umat, demi terwujudnya perdamaian dunia dan kejayaan peradaban Islam yang bervisi kemanusiaan.
Resolusi Konflik Dialogis ala Nabi Muhammad SAW
Sebelum diangkat menjadi rasul, Muhammad pernah memberi teladan dialogis yang sukses melakukan resolusi konflik antarsuku yang nyaris berakhir dengan konfrontasi fisik. Saat itu semua suku Arab di sekitar Kota Mekkah saling berebut “gengsi sosial” untuk meletakkan kembali Hajar Aswad yang terempas dari posisinya akibat banjir bandang. Setiap suku merasa berhak menempatkannya kembali pada posisi semula. Semua bersitegang dan merasa benar sendiri-sendiri. Untunglah, dicapai kata sepakat bahwa orang pertama yang masuk Masjidilharam dipercaya menyelesaikan konflik itu. Muhammad, pemuda yang waktu masuk masjid pertama kali, tampil memberi solusi dengan terlebih dahulu berdialog dengan para kepala suku.
Hasil dialog itu dilanjutkan dengan menggelar sorban beliau, lalu Hajar Aswad diletakkan di atasnya dan diangkat secara bersama-sama menuju posisinya. Semua aspirasi diakomodasi, dan semua diberikan haknya. Tindak kekerasan antarsuku dapat dihindari. Dengan resolusi konflik dialogisnya, Muhammad sukses sebagai problem solver, bukan trouble maker.
Resolusi konflik dialogis itu membuat beliau meraih legitimasi sosial dan gelar kemuliaan “al-Amin Award “ (Orang yang sangat dapat dipercaya). Dialog dalam menyelesaikan persoalan merupakan solusi damai yang dapat mengakomodasi semua pihak dengan win-win solution. Pemimpin tepercaya (al-Amin) pasti berusaha mencari solusi terhadap berbagai persoalan secara dialogis dan damai sekaligus mengedepankan kepentingan rakyatnya, bukan kepentingan golongan dan partainya.
Setelah diangkat menjadi rasul, Nabi SAW membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang jujur dan benar (shidq), dapat dipercaya, akuntabel (amanah), terbuka dan komunikatif (tabligh), serta cerdas dalam memahami dan memperjuangkan kemajuan masyarakatnya (fathanah). Kata kunci dari keberhasilan Rasul dalam memimpin umat adalah keluhuran akhlak dan keteladanannya yang baik, bersatunya antara kata dan perbuatan nyata. Beliau tidak mudah mengobral janji dan gemar melakukan pencitraan, tetapi selalu terdepan dalam memberi uswah hasanah (teladan terbaik) bagi umatnya.
Add Your Comments